Jumat, 09 Oktober 2009

Sistem Tata Air di Rawa dan gambut



Lahan rawa dan gambut di Indonesia sangat luas, pemanfaatan lahan rawa lebak dan gambut untuk perkebunan merupakan pilihan yang strategis untuk mengimbangi penciutan lahan produktif konvensional akibat alih fungsi ke sektor nonpertanian, seperti
perumahan dan industri. Pengembangan lahan rawa dan gambut memerlukan perencanaan,
pengelolaan, dan pemanfaatan yang tepat serta penerapan teknologi yang sesuai, terutama dalam hal pengelolaan tanah dan air. Dengan upaya seperti itu diharapkan lahan rawa dan gambut dapat menjadi lahan pertanian yang produktif, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. Pengembangan lahan rawa yang dimulai dengan P4S tahun 1970-an dan dilanjutkan dengan proyek Swamp I, Swamp II, kerja sama dengan Belanda (LAWOO) tahun 1980-an, Proyek Penelitian Pengembangan Lahan Rawa Terpadu (ISDP) dan Proyek Pertanian PLG tahun 1990-an, telah menghasilkan berbagai teknologi pengelolaan lahan.
Teknologi itu antara lain adalah pengelolaan tanah, tata air mikro, pemupukan, penggunaan varietas yang adaptif, pengendalian hama dan penyakit, dan model usaha tani. Namun, umumnya teknologi tersebut tidak dapat diterapkan secara berkelanjutan karena adanya berbagai kendala, seperti infrastruktur yang terbatas, kelembagaan yang kurang berkembang, dan kurangnya perhatian dalam pemeliharaan jaringan tata air makro. Berbagai kegagalan dan keberhasilan telah mewarnai kegiatan pengembangan lahan rawa dan gambut. Terjadinya lahan bongkor misalnya, yaitu lahan yang ditinggalkan petani karena telah mengalami oksidasi pirit sehingga produksinya sangat rendah, merupakan akibat dari reklamasi yang kurang tepat. Kegagalan ini dapat menjadi pelajaran dalam pengembangan lahan sulfat masam di masa yang akan datang. Potensi lahan rawa dan gambut yang demikian besar dapat dimanfaatkan untuk menunjang pogram peningkatan ketahanan pangan dan agribisnis yang menjadi program utama sektor pertanian. Sebagaimana disampaikan oleh Menteri Pertanian (Departemen Pertanian 1999), lahan rawa, baik rawa pasang surut maupun lebak dapat menjadi basis pengembangan ketahanan pangan untuk kepentingan jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Oleh karena itu, investasi dalam pemanfaatan lahan rawa seyogyanya dapat lebih ditingkatkan. Berangkat dari usaha penggalian pontensi pemanfaatan rawa-rawa yang ada di wilayah Indonesia, maka dipandang perlu adanya usaha perencanaan Desain Tata Air Mikro Irigasi/Drainase Rawa Lebak, yang akan ditindak lanjuti dengan pembangunan fisiknya, yang pada akhirnya akan memberikan nilai tambah bagi lahan yang ada.

Maksud dan tujuan dari pekerjaan ini adalah melakukan pengkajian awal terhadap jaringan tata air, sehingga potensi lahan rawa dapat dimanfaatkan dengan maksimal untuk perkebunan, dengan sasaran konstruksi yang dimaksud diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Pembuatan saluran pembuang/drainase sekunder, tersier, kuarter dan sub kuarter,
2. Pembuatan tanggul keliling area perkebunan
3. Pembuatan saluran keliling (kemalir),
4. Pembuatan pintu pengatur air dan gorong-gorong pembuang/drainase
dengan teknologi tepat guna.

Sasaran yang hendak dicapai dalam kegiatan ini adalah menjadikan lahan-lahan rawa dan gambut berdayaguna dan layak untuk dijadikan lahan perkebunan.

Ruang lingkup dan kegiatan yang harus dilaksanakan dalam pelaksanaan pekerjaan ini meliputi ;
1. Orientasi dan identifikasi lahan rawa pada DAS Sungai Negara
2. Survei pendahuluan dan orientasi topografi
3. Survei pendahuluan dan analisis hidrologi
4. Pra desain jaringan tata air mikro.

juga

Sistem Tata Air di Lahan asang Surut Cetak E-mail


*

Pengelolaan air di lahan pasang surut didasarkan pada tipologi lahan dan tipe luapan. Strategi pengelolaan secara spesifik dibedakan menjadi dua, yaitu (1) pengelolaan air di tingkat tersier dan (2) pengelolaan air mikro di lahan petani.






*

Pengelolaan air di tingkat tersier menjembatani pengelolaan air makro dan mikro.





*

Manfaat pengelolaan air adalah untuk mengurangi tingkat kemasaman dan unsur beracun bagi tanaman seperti besi (Fe2+).





*

Untuk lahan pasang surut tipe B dengan tanah sulfat masam aktual dapat diterapkan pencucian unsur beracun bagi tanaman dengan aliran satu arah (one-way flow system).





*

Untuk lahan pasang surut tipe C, sistem tabat dapat dikembangkan untuk mempertahankan permukaan air di atas lapisan pirit dan memberikan peluang lahan untuk disawahkan.






Tidak ada komentar: