Jumat, 16 Oktober 2009

MENGGAGAS PEMBIAYAAN BERBASIS SYARIAH BAGI SEKTOR PERTANIAN


Sektor pertanian telah memainkan peran vital bagi pembangunan nasional. Terbukti, sampai sekarang sektor pertanian masih menjadi andalan dan terus dituntut berperan dalam pertumbuhan perekonomian nasional melalui peningkatan PDB, perolehan devisa, penyediaan bahan baku untuk industri, pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan pekerjaan, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Bahkan, sektor pertanian memiliki peran yang tidak mungkin dapat digantikan oleh sektor lain, yaitu sebagai penyedia bahan pangan.

Sejatinya perekonomian nasional akan tumbuh seiring dengan semakin kondusifnya iklim usaha pada sektor pertanian, namun permasalahan klasik yang masih menjadi kendala sampai saat ini adalah terbatasnya permodalan untuk melaksanakan kegiatan usaha pada sektor tersebut, mengingat kebutuhan terhadap modal merupakan sebuah keniscayaan dalam melaksanakan kegiatan usaha di sektor pertanian. Meningkatnya teknologi pertanian saat ini juga membuat kebutuhan dan pengerahan modal yang intensif terutama untuk pengadaan sarana produksi tidak dapat dihindarkan, sementara sebagian besar pelaku usaha pada sektor pertanian di Indonesia adalah petani kecil yang tidak sanggup membiayai kegiatan usaha tani yang padat modal dengan dana sendiri.

Tidak heran jika permasalahan modal pada sektor pertanian terus menjadi perbincangan yang masih dicari jalan keluarnya. Jika melihat sejarah pertanian di tanah air, sebenarnya kendala permodalan dalam melaksanakan kegiatan usaha tani telah diakomodasi, yaitu dengan adanya pelayanan pembiayaan/kredit untuk petani melalui Bank Desa dan Lumbung Desa, dan kegiatan ini sudah berlangsung sejak zaman kolonial Belanda. Hingga pada akhirnya pada tahun 1965 pemerintah mulai memprogramkan sistem perkreditan ini secara khusus, dan pada periode itu pula layanan kredit untuk menunjang kegiatan usaha tani semakin dimantapkan. (Ashari dan Saptana, 2005).

Seiring perkembangannya, sekarang jumlah lembaga pembiayaan atau perbankan yang memiliki layanan pembiayaan/kredit untuk pertanian menunjukkan tren yang semakin meningkat, walaupun demikian banyak pula perubahan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan/perbankan terkait dengan sistem perkreditan untuk kegiatan usaha di sektor pertanian. Beberapa perubahan tersebut mencakup prosedur penyaluran, besaran dan bentuk kredit, bunga kredit, dan tenggang waktu pengembalian. (Ashari dan Saptana, 2005).

Hal yang masih menjadi momok bagi pelaku usaha tani terkait sistem pembiayaan/perkreditan oleh lembaga pembiayaan/bank adalah adanya sistem bunga. Diakui atau tidak, pemberlakuan sistem bunga dalam skim pembiayaan atau kredit oleh kebanyakan Bank Konvensional sangat kontraproduktif dengan sektor pertanian, apalagi tingkat suku bunga bank yang saat ini sangat tinggi dinilai memberatkan dan kurang berpihak terutama pada kepentingan petani sebagai komponen vital sektor pertanian.

Bahkan beberapa program pemerintah yang berkaitan dengan pembiayaan untuk sektor pertanian juga tidak luput dari sistem bunga ini. Sebagai misal, kisaran tingkat suku bunga setelah subsidi sebesar 6-7% yang berlaku pada program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) dirasakan masih memberatkan (Deptan, 2009). Di samping itu, tingkat suku bunga yang sedemikian tinggi akan membuat iklim usaha pertanian semakin sulit karena pelaku usaha tani harus menyediakan dana setiap bulannya untuk membayar bunga kepada bank, sementara sebagian besar perhitungan keuntungan dalam usaha tani dilakukan setelah masa panen. Kondisi usaha sektor pertanian akan semakin hancur dengan sistem bunga ini, ketika bunga harus tetap dibayarkan walaupun usaha tani dalam kondisi merugi.

Menyikapi hal tersebut, maka diperlukan pola pembiayaan dengan sistem syariah. Selain berbeda dengan konsep konvensional (bunga), pola yang berlaku dalam pembiayaan sistem syariah lebih berprinsip pada pola bagi hasil yang saling menguntungkan. Sebagai gambaran dan bahan rujukan dalam tabel di bawah ini dipaparkan perbedaan antara konsep pembiayaan sistem bunga (Bank Konvensional) dan konsep pembiayaan sistem bagi hasil (Bank Syariah).

(Untuk informasi lebih lengkapnya silahkan berlangganan Tabloid SINAR TANI. SMS ke : 081584414991)

Tidak ada komentar: