Kamis, 05 November 2009

Surat Terbuka Kepada Menteri Pertanian KIB II: THL-TBPP DI PERSIMPANGAN JALAN


Dua belas hari sudah para menteri dan pejabat negara setingkat menteri yang tergabung dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Negara, Jakarta. Dalam pidato setelah pelantikan itu SBY menegaskan para menteri KIB II harus mampu berpikir cerdas dan siap bekerja keras memenuhi tuntutan tugas. Bagi para Tenaga Harian Lepas - Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) se Indonesia, tentunya menteri yang paling ditunggu kinerjanya adalah Menteri Pertanian yang baru yaitu Ir. H. Suswono, MMA. Siapakah sosok pria kelahiran Tegal, Jawa Tengah, 20 April 1959 ini?

Secuil Kisah dari Wisma Indraprasta, Bogor

Pada tahun 1983 penulis memasuki bangku kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswa angkatan 20 melalui jalur Proyek Perintis II (PP II). Di tahun pertama (Tingkat Persiapan Bersama, TPB) penulis tinggal di kamar kontrakan bersama kakak kelas satu daerah di kelurahan Babakan Sirna, sekitar 350 meter utara Kampus Pusat IPB Baranang Siang. Karena hanya berdua, maka untuk urusan makan dan cuci pakaian kami bergabung dengan kumpulan anak-anak mahasiswa Tegal, Jawa Tengah yang mengontrak satu rumah. Mereka membuat papan nama pada rumah tersebut dengan tulisan "Wisma Indraprasta". Setiap hari rata-rata 3 kali kami wira-wiri antara kamar kontrakan dan Wisma tersebut. Dengan modal patungan dari 10 mahasiswa, selain makan dan cuci pakaian dengan jasa pembantu, kami bisa berlangganan salah satu koran nasional (Kompas).
Di antara teman-teman mahasiswa Tegal itu ada satu yang paling senior. Orangnya pendiam, berkacamata minus, kalau berbicara suaranya kecil, jernih dengan intonasi dan tekanan suara yang khas. Pada saat itu dia sedang merampungkan tugas akhirnya (skripsi). Namanya Suswono, kami memanggilnya Mas Sus, seorang mahasiswa Fakultas Peternakan IPB. Meski agak jarang berkomunikasi dengannya, penulis mengamati Mas Sus ini memiliki "kekuatan" dan kharisma tersendiri. Dalam kesehariannya, sebagaimana kami yang lain, Mas Sus merupakan representasi mahasiswa Kampus Rakyat. Kini, setelah Susunan KIB II diumumkan oleh Presiden SBY, penulis baru menyadari bahwa 26 tahun yang lalu penulis telah pernah bersama dengan seorang Calon Menteri Pertanian Periode 2009 - 2014.

Pukulan di Akhir Tahun

Pada tanggal 30 Oktober 2009, melalui situs resmi Departemen Pertanian (Deptan), Kepala Badan Pengembangan SDM Pertanian Dr. Ir. Ato Suprapto, MS menyampaikan pengumuman tertulis tentang berakhirnya kontrak kerja THL-TBPP Angkatan I Tahun 2007. Poin penting dari berita itu adalah Deptan tidak memperpanjang lagi kontrak kerja mereka. Meskipun sudah diprediksi berdasarkan berita-berita sebelumnya, tak pelak lagi realitas ini sangat memukul rekan-rekan THL-TBPP 2007. Sebagai THL-TBPP Angkatan II Tahun 2008, penulis merasa ikut prihatin dengan perkembangan terakhir ini. Alangkah baiknya sekiranya diadakan polling terlebih dahulu, untuk mengetahui kesiapan mereka atas pemutusan kontrak kerja ini. Namun, penulis meyakini sebagian besar, jika tidak semuanya, THL-TBPP 2007 tidak siap dengan berakhirnya kontrak kerja mereka.
Dalam sebuah kesempatan Menteri Pertanian Suswono menyatakan untuk program 100 hari beliau akan memprioritaskan pada akselerasi program 2009. Apakah penegasan pemutusan masa kotrak bagi THL-TBPP 2007 ini adalah bagian dari akselerasi itu? Alangkah cepatnya nasib rekan-rekan THL-TBPP I ini ditentukan.

Paradoks Kebijakan

Di depan Sidang Paripurna Khusus Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia, tanggal 19 Agustus yang lalu Presiden SBY menyampaikan Pidato Kenegaraan yang sangat memukau tentang Pembangunan Nasional dalam Perspektif Daerah. Tema pidato itu adalah "Pembangunan untuk Semua" (Development for All). Menurut Presiden pada hakikatnya pembangunan suatu bangsa harus bersifat inklusif, menjangkau dan mengangkat derajat seluruh lapisan masyarakat di seluruh wilayah nusantara. Salah satu pendekatan dari gagasan pembangunan untuk semua itu adalah penerapan konsep triple track strategy, yakni strategi yang pro-growth, pro-job, dan pro-poor. Esensi pembangunan untuk semua adalah pembangunan yang menitikberatkan pada kemajuan kualitas manusia. Manusia Indonesia bukan sekedar obyek pembangunan melainkan justru subyek pembangunan. Demikian pidato Presiden.
Kini, apa yang dialami rekan-rekan THL-TBPP Angkatan I 2007 sangat kontras dengan semangat pidato Presiden di atas. Salah satu tanda adanya peningkatan kualitas hidup adalah semakin terjaminnya rasa tenteram. Apa yang dirasakan rekan-rekan THL-TBPP 2007 saat ini adalah kegelisahan menatap masa depan, pasca berakhirnya kontrak kerja. Rasa itu tentu saja menular pada kami, THL-TBPP angkatan berikutnya, yaitu THL-TBPP 2008 dan 2009. THL-TBPP direkrut dan dilatih (baca: dipersiapkan) untuk menjadi pendamping masyarakat, petani. Selama 3 tahun THL-TBPP 2007 menunaikan tugas sesuai tupoksi. Spesifikasi dan kualifikasi kami sangat jelas yakni seorang pendamping! Jika kemudian di tengah jalan kondisi mengharuskan kami merubah spesifikasi dari seorang petugas pendamping menjadi seorang pelaku usaha, sungguh itu merupakan perubahan yang sangat berat. Di sinilah, strategi ke-enam dari konsep pembangunan untuk semua gagasan Presiden SBY itu diuji. THL-TBPP adalah bagian dari rakyat Indonesia, yang bukan sekedar obyek apalagi komoditas pembangunan, melainkan subyek pembangunan yang perlu ditangani secara komprehensif, tuntas dan manusiawi.
Di samping itu ada hal lain yang tidak kalah pentingnya. Sebagian dari rekan-rekan THL-TBPP 2007 itu, seperti juga sebagian THL-TBPP 2008, adalah pendamping program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). BLM-PUAP adalah bantuan modal langsung dari pemerintah pusat pada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di desa untuk dikelola menjadi modal abadi yang terus tumbuh. Jika mereka (THL-TBPP pendamping PUAP) diputus kontraknya, bagaimana kelanjutan program PUAP? Apakah kita menginginkan program itu kandas di tengah jalan dan kucuran dana itu menguap tanpa bekas?
Hasil evaluasi Badan Pengembangan SDM Pertanian sendiri telah mengakui bahwa lebih dari 80 % THL-TBPP menunjukkan kinerja yang baik. Dapat dikatakan keberadaan THL-TBPP, dari angkatan I sampai III, telah memunculkan keseimbangan baru antara pendamping (penyuluh) dan pelaku usaha (petani). Masyarakat petani mulai merasakan manfaat kehadiran para petugas ini. Ketika kontrak kerja diputus, maka kesimbangan itu menjadi terganggu dan masyarakat petanilah yang paling dirugikan. Seyogyanya pilihan alur kebijakan Deptan adalah memperkuat sistem lembaga penyuluhan dengan meningkatkan performa dan kualitas penyuluhnya (termasuk meningkatkan status THL-TBPP pada posisi yang lebih baik). Tetapi mengapa yang dipilih oleh Deptan adalah kebijakan "banting setir" (THL-TBPP diarahkan untuk menjadi pelaku usaha)?
Menteri Pertanian Suswono menyatakan ada 4 target sukses pertanian yaitu swasembada berkelanjutan, diversifikasi pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing serta ekspor. Menurutnya, ke-empat target itu akan dicapai melalui strategi 7 gema revitalisasi, di antaranya revitalisasi sumberdaya manusia dan revitalisasi kelembagaan petani. Bagaimana target-target itu bisa dicapai, jika implementasi strategi tidak dijalankan? Bagaimana revitalisasi kelembagaan petani bisa terwujud, jika pendamping-pendampingnya "digerogoti"?

Harapan Kepada Menteri Pertanian Suswono

Penulis memahami bahwa rekan-rekan THL-TBPP Angkatan I 2007 berada dalam posisi dan situasi yang sulit, persis seperti pengembara di titik persimpangan jalan yang membingungkan. Tapi yakinlah rekan-rekan, bahwa keberadaan kita masih dibutuhkan oleh petani. Masih segar dalam ingatan kita akan tekad Pemerintah di awal periode 2004 - 2009 yang akan mengkondisikan keberadaan penyuluh pertanian dalam komposisi 1 penyuluh : 1 desa dan 1 desa : 1 penyuluh. Tapi, masih di penghujung tahun 2009 ini, semangat itu menjadi redup dengan keluarnya kebijakan pemutusan kontrak kerja itu.
Kepada Mas Sus, sebagai sesama alumnus dan pengguna jasa "Pondok Indraprasta", Babakan Sirna, Bogor, penulis ingin menyampaikan ucapan Selamat atas dilantiknya Bapak sebagai Menteri Pertanian KIB II. Jika 26 tahun yang lalu, kita sesekali sempat ngobrol saat baca koran, maka kini betapa jauhnya jarak kita, baik jarak fisik maupun jarak kedudukan. Tetapi, ijinkan penulis sebagai salah satu dari 26.000 THL-TBPP se Indonesia menyampaikan harapan. Tolonglah kondisikan kami, agar dapat melanjutkan darma bakti kami kepada masyarakat, bangsa dan negara sesuai spesifikasi kami sebagai penyuluh pertanian (pendamping petani), bukan sebagai yang lain.
Menggantungkan harapan semata-mata kepada Deptan, tentu saja tidak adil. Jalan keluar permasalahan ini juga sangat bergantung pada kebijakan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Men PAN). Karena itu kami berharap ada koordinasi dan kesepahaman yang sangat baik antara Deptan dan Men PAN, agar nanti dapat keluar kebijakan khusus yang mengatur kelanjutan program THL-TBPP dalam format yang sebaik-baiknya. Sekali lagi, sesuai arahan Presiden SBY, target utama Deptan adalah swasembada pangan berkelanjutan. Dalam hal ini, peran THL-TBPP sebagai ujung tombak pembangunan pertanian tidak bisa diabaikan untuk mendukung tercapainya target tersebut.

Penulis: Ir. Nur Samsu; merupakan THL TBPP angkatan 2008 BPP PAITON Kabupaten Probolinggo - Jawa Timur

Senin, 19 Oktober 2009

9 INDIKATOR KEBERHASILAN PENYULUH PERTANIAN

  1. Tersusunnya Programa Penyuluhan Pertanian
  2. Tersusunnya Rencana Kerja Tahunan (RKT) Penyuluh Pertanian
  3. Tersusunnya Data Peta Wilayah untuk Pengembangan Teknologi Spesifik Lokasi
  4. Terdiseminasinya Informasi Teknologi Pertanian secara merata
  5. Tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian Pelaku Utama dan Pelaku Usaha
  6. Terwujudnya Kemitraan Usaha Pelaku Utama dan Pelaku Usaha yang menguntungkan
  7. Terwujudnya Akses Pelaku Utama dan Pelaku Usaha ke Lembaga Keuangan, Informasi, Sarana Produksi
  8. Meningkatkan Produktivitas Agribisnis Komoditas Unggulan di wilayahnya
  9. Meningkatkan Pendapatan dan Kesejahteraan Pelaku Utama

Jumat, 16 Oktober 2009

MENUJU PENYULUH SEBAGAI TENAGA PROFESI


Departemen Pertanian merencanakan mulai tahun 2010 akan melakukan sertifikasi terhadap tenaga penyuluh pertanian. Dengan sertifikasi ini maka penyuluh yang tadinya tenaga fungsional, nantinya akan menjadi tenaga profesi.

Pengalihan ini dirasakan penting mengingat tuntutan terhadap penyuluh pertanian telah berubah. Telah terjadi perubahan perubahan dalam dunia pertanian.

Pembangunan pertanian kini dilaksanakan dengan pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang menuntut konsekwensi lebih tajam dari penyuluhan pertanian untuk melihat saling ketergantungan antara pelaku usahatani (hulu, on-farm, hilir dan penyedia jasa). Di samping keseimbangan antara materi penyuluhan aspek budidaya dengan materi yang menyangkut aspek ekonomi usaha dan organisasi ekonomi petani.

Kalau selama ini penyuluh pertanian dikesankan sebagai ”ndeso”, maka sebagai dampak globalisasi, liberalisasi, perdagangan maka penyuluh pertanian harus mampu meningkatkan kemampuan petani agar mengelola usahataninya dengan efisien sehingga mampu meraih peluang ekonomi pertanian seperti peluang pasar, peluang usaha, peluang kerja baik di pasar domestik, regional dan global.

Perubahan bukan hanya dari aspek teknologi/agronomi tetapi juga dari segi manajemen pemerintahan dan pembangunan dari sentralistik menjadi desentralistik. Konsekwensinya adalah penyerahan wewenang manajemen dan penyelenggaraan penyuluhan pertanian dari pusat ke daerah. Oleh karena itu penyuluh harus mempunyai kemampuan menjadi perantara dan akses kepada pelaku pembangunan lainnya seperti Pemda, Bank, Swasta, Pengusaha/pelaku bisnis pertanian.

Namun untuk menggapai upaya yang mulia ini, mungkin akan ditemukan berbagai masalah yang sekaligus mulai dapat dipikirkan solusinya. Antara lain :

Pertama, Untuk tahap awal dari 28.900 penyuluh pertanian baru sebanyak 3.000 orang yang akan menjalani uji sertifikasi. Ini artinya, kalau pelaksanaannya linear diperlukan waktu selama 10 tahun agar semua selesai disertifikasi. Mungkin terlalu lama, oleh karena itu diperlukan terobosan-terobosan agar dapat dilakukan lebih cepat. Kalaupun karena satu dan lain hal tidak dimungkinkan, maka perlu ada kriteria yang jelas (pangkat/masa kerja), sehingga seseorang dapat dipastikan kapan akan menjalani uji sertifikasi. Untuk mencegah adanya ambisi atau keinginan maka pilihan terhadap peserta ini, biarlah ditetapkan oleh Pusat, bukan usulan dari bawah.

Fasilitas Permodalan Bagi Petani


Masih banyak petani/peternak yang menghadapi kendala untuk mengakses permodalan, yaitu terbatasnya bank yang bersedia melayani keperluan modal bagi petani dengan syarat dan prosedur yang mudah, dan kurangnya pengetahuan dan keterampilan petani dalam berhubungan dengan pihak bank. Untuk itu Departemen Pertanian mengupayakan berbagai alternatif sumber permodalan yang lebih mudah diakses masyarakat perdesaan.

Salah satu bentuk kemandirian petani dalam melaksanakan usahatani adalah kemampuannya mengakses modal uang dari sumber tertentu. Namun demikian masih banyak petani kita yang menghadapi kendala, yaitu terbatasnya bank yang bersedia melayani petani dan di lain pihak masih banyak petani yang belum mandiri dalam mengakses modal yang disediakan oleh pemerintah melalui bank yang ditunjuk. Belum mandirinya petani dalam mengakses modal disebabkan keterbatasan pengetahuan dan keterampilan dalam berhubungan dengan lembaga keuangan formal yang memerlukan syarat serta prosedur tertentu.

Untuk membantu petani mengatasi kendala tersebut, pemerintah melalui Departemen Pertanian menyediakan berbagai bentuk alternatif fasilitas sumber permodalan serta tenaga pendamping di tingkat lapangan agar petani mampu mengakses modal. Ada berbagai fasilitas permodalan/kredit program yang disediakan pemerintah untuk petani/peternak, antara lain BLM PUAP, Bantuan Sosial LM3, KKP-E, dan KUR.

Pengertian, Syarat dan Prosedur Mengakses Permodalan
1. PUAP
a. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah program pemberdayaan usaha agribisnis yang dillaksanakan oleh Departemen Pertanian sejak tahun 2008, sebagai bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M). Sasaran pemberdayaan PUAP adalah petani/peternak sebagai pelaku usaha agribisnis dan pengurus Gapoktan sebagai pengelola lembaga ekonomi petani.

b. PUAP bertujuan untuk: (1) Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah, (2) Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani, (3) Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis, dan (4) Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.

c. Penguatan modal bagi petani anggota GAPOKTAN dilaksanakan melalui penyaluran Bantuan Langsung Masyarakat (BLM-PUAP) kepada pelaku agribisnis melalui GAPOKTAN.

d. Syarat untuk menerima BLM PUAP adalah: (1) GAPOKTAN harus berada di desa PUAP dan memenuhi kriteria yang ditentukan, dan (2) Membuat RUB (Rencana Usaha Bersama) yang ditandatangani oleh ketua GAPOKTAN dan diketahui oleh kepala instansi yang berwenang di tingkat kabupaten/kota. Proses pembuatan RUB didahului dengan membuat Rencana Usaha Anggota (RUA) dan Rencana Usaha Kelompok (RUK).

(Untuk informasi lebih lengkapnya silahkan berlangganan Tabloid SINAR TANI. SMS ke : 081584414991)

MENGGAGAS PEMBIAYAAN BERBASIS SYARIAH BAGI SEKTOR PERTANIAN


Sektor pertanian telah memainkan peran vital bagi pembangunan nasional. Terbukti, sampai sekarang sektor pertanian masih menjadi andalan dan terus dituntut berperan dalam pertumbuhan perekonomian nasional melalui peningkatan PDB, perolehan devisa, penyediaan bahan baku untuk industri, pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan pekerjaan, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Bahkan, sektor pertanian memiliki peran yang tidak mungkin dapat digantikan oleh sektor lain, yaitu sebagai penyedia bahan pangan.

Sejatinya perekonomian nasional akan tumbuh seiring dengan semakin kondusifnya iklim usaha pada sektor pertanian, namun permasalahan klasik yang masih menjadi kendala sampai saat ini adalah terbatasnya permodalan untuk melaksanakan kegiatan usaha pada sektor tersebut, mengingat kebutuhan terhadap modal merupakan sebuah keniscayaan dalam melaksanakan kegiatan usaha di sektor pertanian. Meningkatnya teknologi pertanian saat ini juga membuat kebutuhan dan pengerahan modal yang intensif terutama untuk pengadaan sarana produksi tidak dapat dihindarkan, sementara sebagian besar pelaku usaha pada sektor pertanian di Indonesia adalah petani kecil yang tidak sanggup membiayai kegiatan usaha tani yang padat modal dengan dana sendiri.

Tidak heran jika permasalahan modal pada sektor pertanian terus menjadi perbincangan yang masih dicari jalan keluarnya. Jika melihat sejarah pertanian di tanah air, sebenarnya kendala permodalan dalam melaksanakan kegiatan usaha tani telah diakomodasi, yaitu dengan adanya pelayanan pembiayaan/kredit untuk petani melalui Bank Desa dan Lumbung Desa, dan kegiatan ini sudah berlangsung sejak zaman kolonial Belanda. Hingga pada akhirnya pada tahun 1965 pemerintah mulai memprogramkan sistem perkreditan ini secara khusus, dan pada periode itu pula layanan kredit untuk menunjang kegiatan usaha tani semakin dimantapkan. (Ashari dan Saptana, 2005).

Seiring perkembangannya, sekarang jumlah lembaga pembiayaan atau perbankan yang memiliki layanan pembiayaan/kredit untuk pertanian menunjukkan tren yang semakin meningkat, walaupun demikian banyak pula perubahan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan/perbankan terkait dengan sistem perkreditan untuk kegiatan usaha di sektor pertanian. Beberapa perubahan tersebut mencakup prosedur penyaluran, besaran dan bentuk kredit, bunga kredit, dan tenggang waktu pengembalian. (Ashari dan Saptana, 2005).

Hal yang masih menjadi momok bagi pelaku usaha tani terkait sistem pembiayaan/perkreditan oleh lembaga pembiayaan/bank adalah adanya sistem bunga. Diakui atau tidak, pemberlakuan sistem bunga dalam skim pembiayaan atau kredit oleh kebanyakan Bank Konvensional sangat kontraproduktif dengan sektor pertanian, apalagi tingkat suku bunga bank yang saat ini sangat tinggi dinilai memberatkan dan kurang berpihak terutama pada kepentingan petani sebagai komponen vital sektor pertanian.

Bahkan beberapa program pemerintah yang berkaitan dengan pembiayaan untuk sektor pertanian juga tidak luput dari sistem bunga ini. Sebagai misal, kisaran tingkat suku bunga setelah subsidi sebesar 6-7% yang berlaku pada program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) dirasakan masih memberatkan (Deptan, 2009). Di samping itu, tingkat suku bunga yang sedemikian tinggi akan membuat iklim usaha pertanian semakin sulit karena pelaku usaha tani harus menyediakan dana setiap bulannya untuk membayar bunga kepada bank, sementara sebagian besar perhitungan keuntungan dalam usaha tani dilakukan setelah masa panen. Kondisi usaha sektor pertanian akan semakin hancur dengan sistem bunga ini, ketika bunga harus tetap dibayarkan walaupun usaha tani dalam kondisi merugi.

Menyikapi hal tersebut, maka diperlukan pola pembiayaan dengan sistem syariah. Selain berbeda dengan konsep konvensional (bunga), pola yang berlaku dalam pembiayaan sistem syariah lebih berprinsip pada pola bagi hasil yang saling menguntungkan. Sebagai gambaran dan bahan rujukan dalam tabel di bawah ini dipaparkan perbedaan antara konsep pembiayaan sistem bunga (Bank Konvensional) dan konsep pembiayaan sistem bagi hasil (Bank Syariah).

(Untuk informasi lebih lengkapnya silahkan berlangganan Tabloid SINAR TANI. SMS ke : 081584414991)

Budidaya Jamur Tiram



Pembuatan Bibit

Alat dan Bahan

· Serbuk gergaji

· Biji milet

· Kapur (CaCO3)

· Gypsum (CaSO4)

· Bekatul

· Baglog polipropilen atau plastik

· Botol

· Ayakan

· Kapas

· Pralon

· Kertas minyak, koran atau aluminium foil

Cara Pembuatan

1. Campur serbuk gergaji dengan milet 42% dan dicuci hingga bersih

2. Rebus selama 30 menit mengunakan pressure cooker

3. Tiriskan kemudian tambahkan kapur 1%, gypsum 1% dan bekatul 15%. Kadar air diusahakan mencapai 40 – 60 % dengan menambahan air dan pH 7.

4. Bahan kemudian dimasukkan dalam baglog polipropilen atau botol. Per botol diisi 50 – 60% media kemudian ditutup dengan kapas dibalut kertas/aluminium foil.

5. Sterilkan dalam autoclave 1210C selama 2 jam. (jika direbus lakukan selama 8 jam)

6. Inokulasi secara aseptis dengan bibit dari biakan murni.

7. Inkubasi selama 15 – 231 hari pada suhu ruang dengan pengocokan setiap hari agar miselia jamur tumbuh merata. Dan tidak menggumpal.

8. Bibit siap ditanam pada media produksi.

Budidaya

1. Serbuk gergaji direndam dalam air selama semalam lalu tiriskan

2. Tambahkan bekatul 15%, kapur 2%, gypsum 2 %, dan air sampai kadar air 65% pH 7.

3. Masukkan dalam baglog, padatkan dan buat lubang pada ujungnya menggunakan potongan pralon. Lubang ditutup dengan kapas dan kertas minyak atau aluminium foil.

4. Sterilkan

5. Inokulasi dengan bibit. Bibit 15 g untuk 1 kg media.

6. Inkubasi selama 15 – 30 hari. Rumah jamur harus dijaga tetap kering dan bersih, suhu 22 – 280C tanpa cahaya

7. Buka cincin pralon.

8. Susun baglog dalam rak, dan siram bagian yang dibuka dengan semprotan air. Jamur tiram butuh sushu 16 – 220C dengan kelembapan 80 – 90%.

Pemanenan dapat dilakukan sampai 9 kali dalam 1,5 bulan jika dirawat dengan baik. Media juga dapat ditambah pupuk TSP

"dikutip dari Permimalang.wordpress.com"

Sertifikasi Penyuluh Pertanian Lapangan

Jakarta, Kompas - Departemen Pertanian mulai 2010 melakukan sertifikasi penyuluh pertanian lapangan. Untuk tahap awal, dari 28.900 PPL, sebanyak 3.000 orang yang akan menjalani uji sertifikasi.

Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Departemen Pertanian Ato Suprapto, Senin (14/9) di Jakarta, mengungkapkan, tuntutan terhadap penyuluh pertanian lapangan (PPL) telah berubah. ”Dulu mereka harus menguasai teknis budidaya, sekarang petaninya justru lebih pandai,” katanya.

Karena itu, harus ada perubahan pola penyuluhan. PPL harus memiliki kemampuan dan mengajarkan kepada petani bagaimana menyeleksi komoditas, mengolah, mengepak, hingga mencarikan akses permodalan dan pasar. ”Penyuluh nantinya akan menjadi tenaga profesi, bukan lagi fungsional,” ujar Ato.

Menurut Kepala Bidang Kelembagaan dan Ketenagaan Badan Pengembangan SDM Departemen Pertanian Indratmo, meski semua PPL nantinya merupakan tenaga profesi, tidak berarti mereka langsung mendapatkan sertifikat profesi.

Untuk mendapat sertifikat, PPL profesi dengan kualifikasi fasilitator, supervisor, dan advisor, mereka harus mengikuti uji sertifikasi.

”Penyuluh yang lulus uji sertifikasi akan mendapatkan insentif. Misalnya untuk tingkat advisor mendapat tambahan sebulan gaji pokok, tingkat di bawahnya besaran insentif disesuaikan,” kata Indratmo.

Ditegaskan, seharusnya semua PPL disertifikasi, tetapi karena anggaran terbatas, maka baru 3.000 PPL yang disertifikasi pada 2010. ”Uji sertifikasi dilakukan sekitar sebulan. Materinya belum dibuat,” katanya.

Kunci keberhasilan pembangunan pertanian, kata Ato, antara lain adalah kesiapan sumber daya manusia, selain teknologi dan sumber daya alam. Hal itu diperlukan untuk menghadapi persaingan global yang menuntut kualitas produk pertanian lebih baik.

Tahun 2009 diperkirakan 75 persen petani dari 25 juta rumah tangga petani di Indonesia yang usaha taninya dinilai belum layak sehingga belum bisa mengakses perbankan. Adapun 20 persen lainnya layak usaha, tetapi belum bisa mengakses perbankan, hanya 5 persen yang bisa mengakses modal dari perbankan dan usaha taninya layak.

Rabu, 14 Oktober 2009

Pengelolaan jerami padi sebagai pupuk organik pada tanaman padi sawah

Oleh : Arafah

Kebutuhan pupuk untuk padi sawah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal ini mengisyaratkan bahwa terjadi penurunan produktivitas lahan sawah. Penunggunaan pupuk yang semakin meningkat berarti pengeluaran berupa biaya produksi semakin meningkat pula sehingga mengurangi pendapatan petani.

Untuk mengantisipasi kejadia seperti diatas pemberian bahan organik kedalam tanah sangatlah dibutuhkan. Penambahan bahan organik ke dalam tanah, khususnya pada tanah-tanah dengan bahan bahan organik rendah adalah suatu usaha ameliorasi tanah agar pemberian unsur hara tanaman bisa lebih efektif. Secara umum pemberian bahan organik ke dalam tanah akan memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Pada tanah-tanah yang kekurangan bahan organik dan tanah-tanah yang terdegradasi , bahan organik merupakan syarat utama bagi ameliorasi tanah, agar pemberian input hara lebih efisien dan efektif. Berbagai bentuk bahan organik dapat diberika, tergantung pada ketersediaannya ditingkat petani, diantaranya jerami padi, pupuk pupuk kandang, pupuk hijau dan sekam padi. Bahan organik yang telah dikomposkan akan memberikan hasil yang lebih baik.

Selama ini upaya petani dalam meningkatkan hasil gabah selalu menggunakan pupuk buatan bahkan dalam jumlah yang cenderung meningkat dari musim ke musim, namun jarang sekali memperhatikan kondisi tanah tempat tanaman tumbuh. Oleh karen itu tanah yang merupakan benda yang bersifat di-namis maka pengembalian jerami akan memperbaiki kondisi tanahnya. Para ahli pertanian berpendapat bahwa pemberian pupuk buatan sama saja memberikan makan tanaman, dan pemberian bahan organik ke dalam tanah sama halnya dengan memberi makan tanah. Hal ini di-sebabkan pada tanah banyak terdapat organisme baik yang bersifat makro mau-pun mikro seperti halnya cacing tanah aktinomicetes, bakteri pengurai dan lain-lain Indokator yang paling mudah dilihat bahwa jika tanah banyak mengandung cacing tanah atau organisme tanah lainnya, maka tanah mempunyai kesuburan yang baik, demikian sebaliknya.

Peningkatan kesuburan tanah melalui pemberian bahan organik sangat penting dalam mempertahankan hasil gabah yang tinggi (inokodalam Tim PTT Balitpa, 2001). Namun demikian bahan organik yang diaplikasikan ke dalam tanah harus dalam kondisi telah terdekomposisi.

Pengelolaan Jerami Menjadi Pupuk Organik

Jerami padi sangat melimpah pada saat musim panen. Bila hasil gabah rata-rata 5 t/ha maka dalam 1 hektar diperoleh jerami ± 7,5 ton dengan asumsi nisbah jerami adalah 2 : 3 (Ponnamperuma dalam Tim PTT Balitpa, 2001). Jerami mengandung hara yang lengkap baik berupa hara makro maupun mikro. Secara umum hara N,P,K masing-masing sebesar 0,4 %, 0,2% dan 0,7%, sementara itu kandungan Si dan C cukup tinggi yaitu 7,9 % dan 40% (Tanaka dalam Tim Balitpa, 2001). Dengan jumlah yang melimpah pada saat panen, maka pengembalian jerami ke dalam tanah merupakan cara yang baik untuk mempertahankan kesuburan tanah.

Sebelum jerami dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada tanaman padi dapat ditempuh dengan 2 cara yaitu :

(1). Pemanfaatan secara langsung. Hal ini bisa ditempuh apabila jarak antara panen pada musim sebelumnya dengan saat musim berikutnya minimal ada tenggang waktu selama 2 *dua) bulan. Cara ini dapat ditempuh dengan cara yaitu saat panen jerami langsung disebar ke petakan sawah kemudian dimasukkan air sampai tergenang, maka jerami akan terdekomposisi dalam jangka waktu 2 (dua) bulan. Namun apabila pemanfaatan jerami dilakukan kurang dari 2 (dua) bulan, akan dapat menghambat pertumbuhan tanaman padi.

(2) Pemanfaatan secara tidak langsung yaitu dengan cara dikomposkan sebelum dimanfaatkan.

Cara Pembuatan Kompos Jerami

A. Bahan-bahan antara lain :

  • Jerami padi
  • Kotoran ternak (Sapi, Ayam, atau Domab) sebanyak 10% dari berat jerami
  • Larutan UREA 10%
  • Plastik cover

B. Cara Pembuatan :

  • Jerami padi kering dicelupka/dipercikkan larutan UREA 10%.
  • Jerami basah dihamparkan dilantai atau pematang sawah dengan ukuran panjang ± 3 m, lebar ± 0,8, tebal ± 0,3 m.
  • Permukaan atas tumpukan jerami basah ditaburi kotoran ternak.
  • Langkah ke 2 dan 3 diulangi sampai ketinggian 1,80 m.
  • Tutup bagian atas jerami denga plastik cover atau jerami kering yang berfungsi untuk menahan panas.
  • Setelah 2 minggu, jerami dibalik, kemudian tumpukan jerami ditutup kembali dan diperkirakan 1 bulan setelah itu jerami sudah menjadi kompos.

Pada tabel 1 menunjukkan bahwa perbedaan presentase jerami yang diberikan, akan berpengaruh pada hasil gabah keringpane yang diperoleh. Hasil gabah kering panen tertinggi yaitu sebesar 7,24 t/ha diperoleh dengan perlakuan 220 kg UREA/ha + 50 kg ZA/ha + 50 kg SP36/ha + 50 kg KCL/ha + Jerami 100% (dikemabalikan) dan yang terendah adalah 5,77 t/ha denga perlakuan 240 kg UREA/ha + 70 kg ZA/ha + 35 kg SP36/ha + 30 kg KCL/ha (perlakuan petani pada umunya).

Tabel 1. Pengaruh Jerami Terhadap Hasil Padi Sawah, PTT Maros, MK 2001

No Pemupukan (Kg/ha) Jerami *) Hasil GKP (T/ha)
UREA ZA SP36 KCL
1 220 50 50 50 100 7.24
2
22050505075
6.56
3
22050505050
5.84
4
24070
35
30
0
5.77
5
21360
30
30
0
5.72

Sumber : Arafah et al, 2001

*) Persentase jerami insitu yang diberikan

Pada Tabel 2 terlihat bahwa pemberian jerami dapat meningkatkan jumlah biji bernas/malai pada perlakuan N,NP, PK dan NK, sedang pada perlakuan PK dan NPK pengaruhnya tidak nampak. Demikian pula pengaruhnya terhadap presentase gabah hampa, ada tendensi bahwa pada perlakuan N, NK, PK dan NPK, pemberian jerami dapat menurunkan persentase gabah hampa serta meningkatkan bobot gabah (Tabel 2). Hasil gabah kering panen yang diperoleh dengan pemberian jerami sebanyak 2 ton/ha adalah 6.41 ton/ha dibanding hasil gabah tanpa jerami yang hanya memberikan hasil sebanyak 6,25 ton/ha atau selisih sekitar 160 kg/ha.

http://sulsel.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&do_pdf=1&id=114&limitstart=1


Jumat, 09 Oktober 2009

SISTEM KERJA LAKU


Salah satu pendekatan pembangunan dapat di lakukan dengan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia sebagai pelaku utama pembangunan pertanian, pekebun dan peternak beserta keluarganya,dan salah satu cara peningkatan kualitas Sumber daya manusia,dapat di upayakan melalui penyuluhan pertanian.
Sejak tahun 1996 penyuluhan pertanian menggunakan pendekatan latihan dan kunjungan (LAKU), dengan sistem dimaksud sangat efektif dalam peningkatan pengetahuan sikap dan keterampilan petani sehingga pada tahun 1984 Indonesia dapat mencapai swasembada beras.
Penyuluhan pertanian mengalami keterpurukan setelah pengelolaan penyuluh dilanjutkan ke pemerintah daerah karena pola pengawasan dan pembinaan para penyuluh terabaikan yang mengakibatkan kinerja para penyuluh pertanian menurun tajam.
Dalam rangka mengurangi kemiskinan dan pengangguran serta peningkatan daya saing ekonomi nasional serta menjaga kelestarian sumber daya pertanian perikanan dan kehutanan,Presiden RI pada tangggal 11 Juni 2005 telah mencanangkan Revitalisasi pertanian,perikanan dan kehutanan.
Sistem LAKU ini dapat diterapkan kembali melalui pendekatan penyuluhan dengan cara memberikan pelayanan,nasehat serta pemecahan cara berusahatani para petani dengan jalan memodifikasi sesuai dengan kondisi dan kebijaksanaan yang ada.

Keuntungan sistem LAKU antara lain :
  1. Penyuluh pertanian memiliki rencana kerja dalam setahun
  2. Penyuluh pertanian mengunjungi petani secara teratur,terarah dan berkelanjutan
  3. Penyuluh pertanian dapat dilakukan melalui pendekatan kelompok
  4. Penyuluh pertanian cepat mengetahui masalah yang terjadi dipetani sehingga pemecahan cepat
  5. Secara teratur mendapat tambahan pengetahuan/kecakapannnya,sikap dan keterampilan
  6. Mendapatkan supervisi dan pengawasan secara teratur
Sistem LAKU diharapakan meningkatkan motivasi penyuluh pertanian dalam melaksanakan fungsinya sebagai pembimbing dan pendamping petani dalam melaksanakan kegiatan usahataninya untuk lebih baik sehingga dapat meningkatkan produktivitas serta menigkatkan pendapatan para petani.
Dalam system kerja LAKU latihan bagi penyuluh pertanian diselenggarakan di BPP atau tempat lain dengan jadual sekali dalam 2 (dua) minggu. Latihan tersebut diselenggarakan secara teratur, terarah dan berkelanjutan. Proses latihan (belajar mengajar) difasilitasi oleh penyuluh pertanian yang menguasai materi, dan dapat juga dilakukan oleh tenaga ahli dari lembaga lainnya.
.Penyelenggaraan pelatihan bertujuan untuk :
  • Mendapatkan berbagai informasi yang berkaitan dengan pembangunan pertanian
  • Meningkatkan pengetahuan,sikap dan keterampilan penyuluh pertanian, baik teori maupun praktek
  • Meningkatkan kemampuan dalam menganalisis dan memecahkan permasahan ditingkat lapangan
  • Meningkatkan kemampuan penyuluh pertanian dalam menyusun perencanaan dan melaksanakan penyuluhan pertanian
Sedangkan prinsip-perinsip pelatihan yang digunakan dalam penyelenggaraan pelatihan adalah sebagai berikut :
a). Teratur, terarah dan berkelanjutan,
b). Topik latihan harus aktual, faktual sesuai dengan keperluan yang dibutuhkan oleh petani,
c). Pembahasan materi harus mendalam,
d). Latihan mencakup teori dan praktik,
e). Latihan harus dapat memecahkan permasalahan teknis dilapangan yang sedang dihadapi oleh petani,
f). Pelatih harus menguasai materi dan metode yang digunakan,
g). Pelatihan menggunakan metode partisipatif,
h). Pelatihan dilaksanakan sesuai jadual yang ada.
Adapun materi pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan dan permasalahan usahatani dilapangan dimana materinya seperti :
a. Berupa program-program pembangunan yang sedang dan akan dikembangkan untuk daerah yang bersangkutan,
b. Materi yang diberikan sifatnya membantu para penyuluh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi ditingkat lapangan,
c. Materi pelatihan dilengkapi dengan silabus, kurikulum termasuk TIK (Tujuan Instruksional Khusus)
Kunjungan penyuluh pertanian kepada kelompok tani dilakukan selama 4 (empat) hari kerja dalam seminggu. Setiap penyuluh membina 8 hingga 16 kelompoktani dan dijadualkan mengunjungi setiap kelompok sekali dalam 2 (dua) minggu. Dengan kunjungan kerja ini diharapkan seorang penyuluh pertanian dapat mempengaruhi 100 orang petani per kelompoktani.
Tujuan dilaksanakan kunjungan kerja adalah :
- Menyampaikan informasi dan teknologi baru kepada petani
- Memfasilitasi proses belajar mengajar para petani
- Mendampingi dalam menyusun RDKK ( Rencana Difinitif Kebutuhan Kelompok)
- Membimbing untuk menerapkan teknologi Usahatani
- Pemeriksaan lapangan dilakukan bersama-sama petani untuk mengetahui permasalahan yang terjadi dilapangan
  • Membantu memecahkan permasalahan teknis maupun non teknis yang dihadapi oleh para petani
  • Menampung permasalahan yang tidak dapat dipecahkan pada waktu kunjungan untuk diangkat dalam pertemuan di tingkat BPP
Prinsip-prinsip pelaksanaan kunjungan adalah :
  • Teratur,terarah dan berkelanjutan
  • Kunjungan dilakukan melalui pendekatan kelompok
  • Pertemuan dapat dilakukan disaung petani, rumah ketua kelompok, atau tempat lain yang telah disepakati oleh anggota kelompok yang dipimpin oleh ketua kelompok, sedangkan penyuluh sebagai fasilitator dalam pemecahan masalah Usahatani yang dihadapi para petani
  • Materi penyuluhan disesuaikan dengan keadaan usahatani petani
Setiap penyuluh pertanian akan mengunjungi 4 sampai 8 kelompoktani per minggu sesuai dengan rencana kerja penyuluh, sedangkan waktu dan tempat pertemuan disepakati bersama antara penyuluh pertanian dengan kelompoktani,sehingga penyuluh pertanian dapat mengunjungi kelompoktani secara teratur. Saat ini sedang digalakkan pembentukan gabungan kelompoktani (GAPOKTAN), yang mana nantinya para penyuluh untuk memudahkan kunjungannnya, juga Instansi Pemerintah lainnya didalam penyaluran bantuan baik yang sifatnya bergulir maupun Hibah dapat melalui Gapoktan-Gapoktan yang ada karena diharapkan semua Gapoktan yang ada sudah berbadan hukum.
Untuk mengupayakan dan mengatasi kesulitan system LAKU atau sekarang yang dikenal dengan LAKUSI ( Latihan Kunjungan dan Suvervisi ) didalam mencapai tujuan maka perlu dikombinasikan dengan Model penyuluhan lainnya seperti system penyuluhan Partisipatif yang didampingi dengan Sekolah Lapang.

Filosopi, Prinsif dan Etika Penyuluhan Pertanian

A. Falsafah Penyuluhan Pertanian

Meskipun telah lama dipahami bahwa penyuluhan merupakan proses pendidikan, tetapi dalam sejarah penyuluhan pertanian di Indonesia, terutama selama periode pemerintahan Orde Baru, kegiatan penyuluhan lebih banyak dilakukan dengan pendekatan kekuasaan melalui kegiatan yang berupa pemaksaan, sehingga muncul gurauan: dipaksa, terpaksa, akhirnya terbiasa. Terhadap kenyataan seperti itu, Soewardi (1986) telah mengingat kepada semua insan penyuluhan kembali untuk menghayati makna penyuluhan sebagai proses pendidikan.
Tentang hal ini, diakui bahwa, penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku melalui pendidikan akan memakan waktu lebih lama, tetapi perubahan perilaku yang terjadi akan berlangsung lebih kekal. Sebaliknya, meskipun perubahan perilaku melalui pemaksaan dapat lebih cepat dan mudah dilakukan, tetapi perubahan perilaku tersebut akan segera hilang, manakala faktor pemaksanya sudah dihentikan.

Dalam khasanah kepustakaan penyuluhan pertanian, banyak kita jumpai beragam falsafah penyuluhan pertanian. Berkaitan dengan itu, Ensminger (1962) mencatat adanya 11 (sebelas) rumusan tentang falsafah penyuluhan.
Di Amerika Serikat juga telah lama dikembangkan falsafah 3-T: teach, truth, and trust (pendidikan, kebenaran dan kepercayaan/keyakinan).
Artinya, penyuluhan merupakan kegiatan pendidikan untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran yang telah diyakini. Dengan kata lain, dalam penyuluhan pertanian, petani dididik untuk menerapkan setiap informasi (baru) yang telah diuji kebenarannya dan telah diyakini akan dapat memberikan manfaat (ekonomi maupun non ekonomi) bagi perbaikan kesejahteraannya.

Rumusan lain yang lebih tua dan nampaknya paling banyak dikemukakan oleh banyak pihak dalam banyak kesempatan adalah, yang dikutip Kelsey dan Hearne (1955) yang menyatakan bahwa falsafah penyuluhan harus berpijak kepada pentingnya pengem- bangan individu di dalam perjalanan pertumbuhan masyarakat dan bangsanya. Karena itu, ia mengemukakan bahwa: falsafah penyuluh-an adalah: bekerja bersama masyarakat untuk membantunya agar mereka dapat meningkatkan harkatnya sebagai manusia (helping people to help themselves).
Tentang hal ini, Supadi (2006) memberikan catatan bahwa dalam budaya feodalistik, pihak yang membantu selalu ditempatkan pada kedudukan yang ”lebih tinggi” dibanding yang dibantu. Pemaha,man seperti itu, sangat kontradiktif dengan teori pendidikan kritis untuk pembebasan.

Karena itu, pemahaman konsep ”membantu masyarakat agar dapat membantu dirinya sendiri” harus dipahami secara demokratis yang menempatkan kedua-belah pihak dalam kedudukan yang setara. Dari pemahaman seperti itu, terkandung pengertian bahwa:

1) Penyuluh harus bekerjasama dengan masyarakat, dan bukannya bekerja untuk masyarakat (Adicondro, 1990). Kehadiran penyu-luh bukan sebagai penentu atau pemaksa, tetapi ia harus mampu menciptakan suasana dialogis dengan masyarakat dan mampu menumbuhkan, mengge-rakkan, serta memelihara partisipasi masyarakat.

2) Penyuluhan tidak boleh menciptakan ketergantungan, tetapi harus mampu mendorong semakin terciptanya kreativitas dan keman-dirian masyarakat agar semakin memiliki kemampuan untuk ber-swakarsa, swadaya, swadana, dan swakelola bagi terselenggara-nya kegiatan-kegiatan guna tercapainya tujuan, harapan, dan keinginan-keinginan masyarakat sasarannya.

3) Penyuluhan yang dilaksanakan, harus selalu mengacu kepada terwujudnya kesejahteraan ekonomi masyarakat dan peningkatan harkatnya sebagai manusia.

Berkaitan dengan falsafah “helping people to help themselves” Ellerman (2001) mencatat adanya 8 (delapan) peneliti yang mene-lusuri teori pemberian bantuan, yaitu:

1) Hubungan Penasehat dan Aparat Birokrasi Pemerintah (Albert Hirschman), melalui proses pembelajaran tentang: ide-ide baru, analisis keadaan dan masalahnya yang diikuti dengan tawaran solusi dan minimalisasi konfrontasi/ketegangan yang terjadi: antara aparat pemerintah dan masyarakat, antar sesama aparat, dan antar kelompok-kelompok masyarakat yang merasa dirugikan dan yang menimati keuntungan dari kebijakan pemerintah.

2) Hubungan Guru dan Murid (John Dewey), dengan memberikan:
a) kesempatan untuk mengenali pengalamanannya,
b) stimulus untuk berpikir dan menemukan masalahnya sendiri,
c) memberikan kesempatan untuk melakukan “penelitian”
d) tawaran solusi untuk dipelajari
e) kesempatan untuk menguji idenya dengan aplikasi langsung

3) Hubungan Manajer dan Karyawan (Douglas McGregor), melalui pemberian tanggungjawab sebagai alat kontrol diri (self controle)

4) Hubungan Dokter dan Pasien (Carl Rogers), melalui pemberian saran yang konstruktif dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dan atau diusahakannya sendiri.
Uji-coba kegiatan melalui pemberian dana dan manajemen dari luar, ternyata tidak akan memberikan hasil yang lebih baik.

5) Hubungan Guru Spiritual dan Murid (Soren Kierkegaard), melalui pemahaman bahwa masalah atau kesalahan hanya dapat diketahui oleh yang mengalaminya (diri sendiri).
Guru tidak boleh menonjolkan kelebihannya, tetapi harus merendah diri, siap melayani,dan menyediakan waktu dengan sabar

6) Hubungan Organisator dan Masyarakat (Saul Alinsky), melalui upaya demokratisasi, menumbuh-kembangkan partisipasi, dan mengembangkan keyakinan (rasa percaya diri) untuk meme-cahkan masalahnya sendiri.

7) Hubungan Pendidik dan Masyarakat (Paulo Freire), melalui proses penyadaran dan memberikan kebebasan untuk melakukan segala sesuatu yang terbaik menurut dirinya sendiri.
8) Hubungan Agen-pembangunan dan Lembaga Lokal (E.F. Schumacher), melalui program bantuan untuk mencermati apa yang dilakukan seseorang (masyarakat) dan membantu agar mereka dapat melakukan perbaikanperbaikan sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya.

Mengacu kepada pemahaman tentang penyuluhan sebagai proses pendidikan, di Indonesia dikenal adanya falsafah pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantoro yang berbunyi:

1) Ing ngarso sung tulodo, mampu memberikan contoh atau taladan bagi masyarakat sasarannya;
2) Ing madyo mangun karso, mampu menumbuhkan inisyatif dan mendorong kreativitas, serta semangat dan motivasi untuk selalu belajar dan mencoba;
3) Tut wuri handayani, mau menghargai dan mengikuti keinginan-keinginan serta upaya yang dilakukan masyarakat petaninya, sepanjang tidak menyimpang/meninggalkan acuan yang ada, demi tercapainya tujuan perbaikan kese-jahteraan hidupnya.

Masih bertolak dari pemahaman penyuluhan merupakan salah satu sistem pendidikan, Mudjiyo (1989) mengingatkan untuk mengaitkan falsafah penyuluhan dengan pendidikan yang memiliki falsafah: idealisme, realisme dan pragmatisme, yang berarti bahwa penyuluhan pertanian harus mampu menumbuhkan cita-cita yang melandasi untuk selalu berfikir kreatif dan dinamis. Di samping itu, penyuluhan pertanian harus selalu mengacu kepada kenyataan-kenyataan yang ada dan dapat ditemui di lapang atau harus selalu disesuaikan dengan keadaan yang dihadapi. Meskipun demikian, penyuluhan harus melakukan hal-hal terbaik yang dapat dilakukan, dan bukannya mengajar kondisi terbaik yang sulit direalisir.

Lebih lanjut, karena penyuluhan pada dasarnya harus merupakan bagian integral dan sekaligus sarana pelancar atau bahkan penentu kegiatan pembangunan, Slamet (1989) menekankan perlunya

1) perubahan administrasi penyuluhan dari yang bersifat “regulatif sentralistis” menjadi “fasilitatif partisipatif”, dan
2) pentingnya kemauan penyuluh untuk memahami budaya lokal yang seringkali juga mewarnai “local agriclutural practices”.

Pemahaman seperti itu, mengandung pengertian bahwa:

1) Administrasi penyuluhan tidak selalu dibatasi oleh peraturan-peraturan dari “pusat” yang kaku, karena hal ini seringkali menja-dikan petani tidak memperoleh keleluasaan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Demikian juga halnya dengan admi-nistrasi yang terlalu “sentralistis” seringkali tidak mampu secara cepat mengantisipasi permasalahan-permasalahan yang timbul di daerah-daerah, karena masih menunggu “petunjuk” atau restu dari pusat.
Di pihak lain, dalam setiap permasalahan yang dihadapi, peng-ambilan keputusan yang dilakukan oleh petani seringkali ber-dasarkan pertimbangan bagaimana untuk dapat “menyelamatkan keluarganya”. Dalam kasus-kasus seperti itu, seharusnya penyuluh diberi kewenangan untuk secepatnya pula mengambil inisyatifnya sendiri. Karena itu, administrasi yang terlalu “regulatif” seringkali sangat membatasi kemerdekaan petani untuk mengambil keputusan bagi usahataninya.

2) Penyuluh, selain memberikan “ilmu”nya kepada petani, ia harus mau belajar tentang “ngelmu”nya petani yang seringkali dianggap tidak rasional (karena yang oleh penyuluh dianggap rasional adalah yang sudah menjadi petunjuk pusat). Padahal, praktek-praktek usahatani yang berkembang dari budaya lokal seringkali juga sangat rasional, karena telah mengalami proses “trial and error” dan teruji oleh waktu.

B. Prinsip-Prinsip Penyuluhan Pertanian

Mathews menyatakan bahwa: prinsip adalah suatu pernyataan tentang kebijaksanaan yang dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan dan melaksanakan kegiatan secara konsisten. Karena itu, prinsip akan berlaku umum, dapat diterima secara umum, dan telah diyakini kebenarannya dari berbagai peng-amatan dalam kondisi yang beragam. Dengan demikian “prinsip” dapat dijadikan sebagai landas-an pokok yang benar, bagi pelaksanaan kegiatan yang akan dilak-sanakan.

Meskipun “prinsip” biasanya diterapkan dalam dunia akademis, Leagans(1961) menilai bahwa setiap penyuluh dalam melaksanakan kegiatannya harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip penyuluhan.
Tanpa berpegang pada prinsip-prinsip yang sudah disepakati, seorang penyuluh (apalagi administrator penyuluhan) tidak mungkin dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik.
Bertolak dari pemahaman penyuluhan sebagai salah satu sistem pendidikan, maka penyuluhan memiliki prinsip-prinsip:

1) Mengerjakan, artinya, kegiatan penyuluhan harus sebanyak mungkin melibatkan masyarakat untuk mengerjakan/ menerapkan sesuatu. Karena melalui “mengerjakan” mereka akan mengalami proses belajar (baik dengan menggunakan pikiran, perasaan, dan ketram-pilannya) yang akan terus diingat untuk jangka waktu yang lebih lama.

2) Akibat, artinya, kegiatan penyuluhan harus memberikan akibat atau pengaruh yang baik atau bermanfaat.
Sebab, perasaan senang/puas atau tidak-senang/kecewa akan mempengaruhi semangatnya untuk mengikuti kegiatan belajar/ penyuluhan dimasa-masa mendatang.

3) Asosiasi, artinya, setiap kegiatan penyuluhan harus dikaitkan dengan kegiatan lainnya. Sebab, setiap orang cenderung untuk mengaitkan/menghubungkan kegiatannya dengan kegiatan/peris-tiwa yang lainnya.
Misalnya, dengan melihat cangkul orang diingatkan kepada penyuluhan tentang persiapan lahan yang baik; melihat tanaman yang kerdil/subur, akan mengingatkannya kepada usahaa-usaha pemupukan, dll.

Lebih lanjut, Dahama dan Bhatnagar (1980) mengungkapkan prinsip-prinsip penyuluhan yang lain yang mencakup:

1) Minat dan Kebutuhan, artinya, penyuluhan akan efektif jika selalu mengacu kepada minat dan kebutuhan masyarakat. Mengenai hal ini, harus dikaji secara mendalam: apa yang benar-benar menjadi minat dan kebutuhan yang dapat menyenangkan setiap individu maupun segenap warga masyarakatnya, kebutuhan apa saja yang dapat dipenyui sesuai dengan terse-dianya sumberdaya, serta minat dan kebutuhan mana yang perlu mendapat prioritas untuk dipenuhi terlebih dahulu.

2) Organisasi masyarakat bawah, artinya penyuluhan akan efektif jika mampu melibatkan/menyentuk organisasi masyarakat bawah, sejak dari setiap keluarga/kekerabatan.

3) Keragaman budaya, artinya, penyuluhan harus memperha-tikan adanya keragaman budaya. Perencanaan penyuluhan harus selalu disesuaikan dengan budaya lokal yang beragam.
Di lain pihak, perencanaan penyuluhan yang seragam untuk seti-ap wilayah seringkali akan menemui hambatan yang bersumber pada keragaman budayanya.

4) Perubahan budaya, artinya setiap kegiatan penyuluhan akan mengakibatkan perubahan budaya. Kegiatan penyuluhan harus dilaksanakan dengan bijak dan hati-hati agar perubahan yang terjadi tidak menimbulkan kejutan-kejutan budaya. Karena itu, setiap penyuluh perlu untuk terlebih dahulu memperhatikan nilai-nilai budaya lokal seperti tabu, kebiasaan-kebiasaan, dll.

5) Kerjasama dan partisipasi, artinya penyuluhan hanya akan efektif jika mampu menggerakkan partisipasi masyarakat untuk selalu bekerjasama dalam melaksanakan program-program penyuluhan yang telah dirancang.

6) Demokrasi dalam penerapan ilmu, artinya dalam penyuluhan harus selalu memberikan kesempatan kepada masyarakatnya untuk menawar setiap ilmu alternatif yang ingin diterapkan. Yang dimaksud demokrasi di sini, bukan terbatas pada tawar-menawar tentang ilmu alternatif saja, tetapi juga dalam penggunaan metoda penyuluhan, serta proses pengambilan keputusan yang akan dilakukan oleh masyarakat sasarannya.

7) Belajar sambil bekerja, artinya dalam kegiatan penyuluhan harus diupayakan agar masyarakat dapat “belajar sambil bekerja” atau belajar dari pengalaman tentang segala sesuatu yang ia kerjakan. Dengan kata lain, penyuluhan tidak hanya sekadar menyampaikan informasi atau konsep-konsep teoritis, tetapi harus memberikan kesempatan kepada masyarakat sasaran untuk mencoba atau memperoleh pangalaman melalui pelaksanaan kegiatan secara nyata.
8) Penggunaan metoda yang sesuai, artinya penyuluhan harus dilakukan dengan penerapan metoda yang selalu disesuaikan dengan kondisi (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan nilai sosialbudaya) sasarannya.
Dengan kata lain, tidak satupun metoda yang dapat diterapkan di semua kondisi sasaran dengan efektif dan efisien.

9) Kepemimpinan, artinya, penyuluh tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang hanya bertujuan untuk kepentingan/kepuasannya sendiri, dan harus mampu mengembangkan kepemimpinan.
Dalam hubungan ini, penyuluh sebaiknya mampu menumbuhkan pemimpin-pemimpin lokal atau memanfaatkan pemimpin lokal yang telah ada untuk membantu kegiatan penyuluhannya.

10) Spesialis yang terlatih, artinya, penyuluh harus benar-benar pribadi yang telah memperoleh latihan khusus tentang segala sesuatu yang sesuai dengan fungsinya sebagai penyuluh.
Penyuluh-penyuluh yang disiapkan untuk menangani kegiatan-kegiatan khusus akan lebih efektif dibanding yang disiapkan untuk melakukan beragam kegiatan (meskipun masih berkaitan dengan kegiatan pertanian).

11) Segenap keluarga, artinya, penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit sosial. Dalam hal ini, terkandung pengertian-pengertian:

a) Penyuluhan harus dapat mempengaruhi segenap anggota keluarga,
b) Setiap anggota keluarga memiliki peran/pengaruh dalam setiap pengambilan keputusan,
c) Penyuluhan harus mampu mengembangkan pemahaman bersama
d) Penyuluhan mengajarkan pengelolaan keuangan keluarga
e) Penyuluhan mendorong keseimbangan antara kebutuhan keluarga dan kebutuhan usahatani,
f) Penyuluhan harus mampu mendidik anggota keluarga yang masih muda,
g) Penyuluhan harus mengembangkan kegiatan-kegiatan keluar-ga, memperkokoh kesatuan keluarga, baik yang menyangkut masalah sosial, ekonomi, maupun budaya
h) Mengembangkan pelayanan keluarga terhadap masyarakat-nya.

12) Kepuasan, artinya, penyuluhan harus mampu mewujudkan tercapainya kepuasan.
Adanya kepuasan, akan sangat menentukan keikutsertaan sasaran pada program-program penyuluhan selanjutnya.

Terkait dengan pergeseran kebijakan pembangunan pertanian dari peningkatan produktivitas usahatani ke arah pengembangan agribisnis, dan di lain pihak seiring dengan terjadinya perubahan sistem desentralisasi pemerintahan di Indonesia, telah muncul pemikiran tentang prinsip-prinsip (Soedijanto, 2001):
1) Kesukarelaan, artinya, keterlibatan seseorang dalam kegiatan penyuluhan tidak boleh berlangsung karena adanya pemaksaan, melainkan harus dilandasi oleh kesadaran sendiri dan motivasinya untuk memperbaiki dan memecahkan masalah kehidupan yang dirasakannya.

2) Otonom, yaitu kemampuannya untuk mandiri atau melepaskan diri dari ketergantungan yang dimiliki oleh setiap individu, kelompok, maupun kelembagaan yang lain.

3) Keswadayaan, yaitu kemampuannya untuk merumuskan melak-sanakan kegiatan dengan penuh tanggung-jawab, tanpa menunggu atau mengharapkan dukungan pihak luar.

4) Partisipatip, yaitu keterlibatan semua stakeholders sejak peng-ambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, eva-luasi, dan pemanfaatan hasil-hasil kegiatannya.

5) Egaliter, yang menempatkan semua stakehoder dalam kedudukan yang setara, sejajar, tidak ada yang ditinggikan dan tidak ada yang merasa diirendahkan.

6) Demokrasi, yang memberikan hak kepada semua pihak untuk mengemukakan pendapatnya, dan saling menghargai pendapat maupun perbedaan di antara sesama stakeholders.

7) Keterbukaan, yang dilandasi kejujuran, saling percaya, dan saling mempedulikan.
8) Kebersamaan, untuk saling berbagi rasa, saling membantu dan mengembangkan sinergisme.

9) Akuntabilitas, yang dapat dipertanggungjawabkan dan terbuka untuk diawasi oleh siapapun.

10) Desentralisasi, yang memberi kewenangan kepada setiap daerah otonom (kabupaten dan kota) untuk mengoptimalkan sumberdaya pertanian bagi sebesar-besar kemakmuran masyarakat dan kesinambungan pembangunan.

C. Etika Penyuluhan

Suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal adalah “kegiatan penyuluhan” bukan lagi menjadi kegiatan sukarela, tetapi telah berkembang menjadi “profesi”.
Meskipun demikian, pelaksanaan penyuluhan pertanian belum sungguh-sungguh dilaksanakan secara profesional. Hal ini, terlihat pada:

1) Kemampuan penyuluh untuk melayani kliennya yang masih terpusat pada aspek teknis budidaya pertanian, sedang aspek manajemen, pendidikan kewirausahaan, dan hak-hak politik petani relatif tidak tersentuh.

2) Kelambanan transfer inovasi yang dilakukan penyuluh dibanding kecepatan inovasi yang ditawarkan kepada masyarakat oleh pelaku bisnis, LSM, media-masa dan stakeholder yang lain.

3) Kebanggaan penyuluh terhadap jabatan fungsional yang disan-dangnya yang lebih rendah dibanding harapannya untuk mem-peroleh kesempatan menyandang jabatan struktural.

4) Kinerja penyuluh yang lebih mementingkan pengumpulan “credit point” dibanding mutu layanannya kepada masyarakat

5) Persepsi yang rendah terhadap kinerja penyuluh yang dikemu-kakan oleh masyarakat petani dan stakeholder yang lain.

Kenyataan-kenyataan seperti itu, sudah lama disadari oleh masyarakat penyuluhan pertanian di Indonesia, sehingga pada Kongres Penyu-luhan Pertanian ke I pada tahun 1986 disepakati untuk merumuskan “Etika Penyuluhan” yang seharusnya dijadikan acuan perilaku penyuluh..

Pengertian tentang Etika, senantiasa merujuk kepada tata pergaulan yang khas atau ciri-ciri perilaku yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengasosiasikan diri, dan dapat merupakan sumber motivasi untuk berkarya dan berprestasi bagi kelompok tertentu yang memilikinya.
Etika bukanlah peraturan, tetapi lebih dekat kepada nilai-nilai moral untuk membangkitkan kesadaran untuk beriktikad baik dan jika dilupakan atau dilanggar akan berakibat kepada tercemarnya pribadi yang bersangkutan, kelompoknya, dan anggota kelompok yang lainnya (Muhamad, 1987).
Sehubungan dengan itu, Herman Soewardi mengingatkan bahwa penyuluh harus mampu berperilaku agar masyarakat selalu memberi-kan dukungan yang tulus ikhlas terhadap kepentingan nasional.

Tentang hal ini, Padmanegara (1987) mengemukakan beberapa perilaku yang perlu ditunjukkan atau diragakan oleh setiap penyuluh (pertanian), yang meliputi:

1) Perilaku sebagai manusia seutuhnya, yaitu manusia yang ber-iman kepada Tuhan Yang Maha Esa, jujur, dan disiplin.

2) Perilaku sebagai anggota masyarakat, yaitu mau menghormati adat/kebiasaan masyarakatnya, menghormati petani dan keluarga-nya (apapun keadaan dan status sosial ekonominya), dan meng-hormati sesama penyuluh.

3) Perilaku yang menunjukkan penampilannyaa sebagai penyuluh yang andal, yaitu: berkeyakinan kuat atas manfaat tugasnya, memiliki tanggungjawab yang besar untuk melaksanakan peker-jaannya, memiliki jiwa kerjasama yang tinggi, dan berkemam-puan untuk bekerja teratur.

4) Perilaku yang mencerminkan dinamika, yaitu ulet, daya mental dan semangat kerja yang tinggi, selalu berusaha mencerdaskaan diri, dan selalu berusaha meningkatkan kemampuannya.

METODE PENYULUHAN PERTANIAN

Metode Penyuluhan Pertanian, dapat diartikan sebagai :

“Cara-cara penyampaian materi penyuluhan pertanian melalui media komunikasi oleh penyuluh kepada petani beserta keluarganya”

Pada prinsipnya metoda penyuluhan dapat digolongkan sesuai dengan macam-macam pendekatannya :

  1. DILIHAT DARI SEGI KOMUNIKASI

    Metoda penyuluhan dapat digolongkan kedalam 2 (dua) golongan yaitu :

    1. Metoda-metoda yang langsung (direct Communication/face to face Communication)

    dalam hal ini penyuluh langsung berhadapan muka dengan sasaran Umpannya: obrolan ditempat peternakan, dirumah, dibalai desa, di kantor, dalam kursus tani, dalam penyelenggaraan suatu demonstrasi dan lain-lain.

    1. Metoda-metoda yang tidak langsung (indirect Communication)

    dalam hal ini penyuluh tidak langsung berhadapan secara tatap muka dengan sasaran, tetapi dalam menyampaikan pesannya melalui perantara (media)

  1. PENGGOLONGAN BERDASARKAN PENDEKATAN KEPADA SASARAN.

    Penggolongan ini berdasarkan hubungan jumlah dan penggolongan dari pada sasaran adalah :

    1. Metoda Berdasarkan Perorangan

    Dalam hal ini para penyuluh berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan sasaran secara perorangan.

    Umpamanya :

    1. Kunjungan ke rumah petani, ataupun petani berkunjung kerumah penyuluh dan kekantor.
    2. Surat menyurat secara perorangan.
    3. Demonstrasi pilot.
    4. Belajar perorangan, belajar praktek.
    5. Hubungan tilpon

    1. Metoda dengan pendekatan kelompok

    Dalam hal ini penyuluh berhubungan dengan kelompok sasaran umpamanya :

      1. pertemuan (contoh : di rumah, di saung, di balai desa, dan lain-lain.
      2. Perlombaan.
      3. Demonstrtasi cara/hasil.
      4. Kursus tani.
      5. Musyawarah/diskusi kelompok/temu karya.
      6. Karyawisata.
      7. Hari lapangan petani (farm field day).

    1. Metode dengan pendekatan masal.

    Dalam hal ini penyuluh menyampaikan pesannya secara langsung maupun tidak langsung kepada sasaran dengan jumlah banyak secara sekaligus.

    Umpamanya :

    1. Rapat (pertemuan umum)
    2. Siaran pedesaan melalui Radio/TV
    3. Pemuatan film/slide
    4. Penyebaran bahan tulisan : (brosur, leaflet, folder, booklet dan sebgainya)
    5. Pemasangan Foster dan Spanduk
    6. Pertunjukan Kesenian

  1. PENGGOLONGAN BERDASARKAN INDERA PENERIMA
    1. Metode-metode yang dilakukan dengan jalan memperlihatkan

    Dalam hal ini pesan dilampirkan melalui penglihatan.

    Umpamanya :

    1. Pesan yang tertulis
    2. Pesan yang bergambar
    3. Pesan yang terproyeksi : seperti film/slide tanpa penjelasan vocal/bisu

    1. metode-metode yang disampaikan melalui pendengaran

    Dalam hal ini pesan diterima oleh sasaran melalui indera pendengaran.

    Umpamanya :

    1. Siaran pedesaan melalui radio/TV
    2. Hubungan tilpon
    3. Pidato, ceramah, rapat.

    1. Metode yang disampaikan melalui beberapoa macam alat indera secara kombinasi

    Dalam hal ini pesan diterima oleh sasaran bias melalui pendengaran, penglihatan, diraba, dicium ataupun dikecap secara sekaligus

      1. Demonstrasi
      2. Peragaan dengan penjelasan
      3. Dan lain-lain

Sistem Tata Air di Rawa dan gambut



Lahan rawa dan gambut di Indonesia sangat luas, pemanfaatan lahan rawa lebak dan gambut untuk perkebunan merupakan pilihan yang strategis untuk mengimbangi penciutan lahan produktif konvensional akibat alih fungsi ke sektor nonpertanian, seperti
perumahan dan industri. Pengembangan lahan rawa dan gambut memerlukan perencanaan,
pengelolaan, dan pemanfaatan yang tepat serta penerapan teknologi yang sesuai, terutama dalam hal pengelolaan tanah dan air. Dengan upaya seperti itu diharapkan lahan rawa dan gambut dapat menjadi lahan pertanian yang produktif, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. Pengembangan lahan rawa yang dimulai dengan P4S tahun 1970-an dan dilanjutkan dengan proyek Swamp I, Swamp II, kerja sama dengan Belanda (LAWOO) tahun 1980-an, Proyek Penelitian Pengembangan Lahan Rawa Terpadu (ISDP) dan Proyek Pertanian PLG tahun 1990-an, telah menghasilkan berbagai teknologi pengelolaan lahan.
Teknologi itu antara lain adalah pengelolaan tanah, tata air mikro, pemupukan, penggunaan varietas yang adaptif, pengendalian hama dan penyakit, dan model usaha tani. Namun, umumnya teknologi tersebut tidak dapat diterapkan secara berkelanjutan karena adanya berbagai kendala, seperti infrastruktur yang terbatas, kelembagaan yang kurang berkembang, dan kurangnya perhatian dalam pemeliharaan jaringan tata air makro. Berbagai kegagalan dan keberhasilan telah mewarnai kegiatan pengembangan lahan rawa dan gambut. Terjadinya lahan bongkor misalnya, yaitu lahan yang ditinggalkan petani karena telah mengalami oksidasi pirit sehingga produksinya sangat rendah, merupakan akibat dari reklamasi yang kurang tepat. Kegagalan ini dapat menjadi pelajaran dalam pengembangan lahan sulfat masam di masa yang akan datang. Potensi lahan rawa dan gambut yang demikian besar dapat dimanfaatkan untuk menunjang pogram peningkatan ketahanan pangan dan agribisnis yang menjadi program utama sektor pertanian. Sebagaimana disampaikan oleh Menteri Pertanian (Departemen Pertanian 1999), lahan rawa, baik rawa pasang surut maupun lebak dapat menjadi basis pengembangan ketahanan pangan untuk kepentingan jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Oleh karena itu, investasi dalam pemanfaatan lahan rawa seyogyanya dapat lebih ditingkatkan. Berangkat dari usaha penggalian pontensi pemanfaatan rawa-rawa yang ada di wilayah Indonesia, maka dipandang perlu adanya usaha perencanaan Desain Tata Air Mikro Irigasi/Drainase Rawa Lebak, yang akan ditindak lanjuti dengan pembangunan fisiknya, yang pada akhirnya akan memberikan nilai tambah bagi lahan yang ada.

Maksud dan tujuan dari pekerjaan ini adalah melakukan pengkajian awal terhadap jaringan tata air, sehingga potensi lahan rawa dapat dimanfaatkan dengan maksimal untuk perkebunan, dengan sasaran konstruksi yang dimaksud diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Pembuatan saluran pembuang/drainase sekunder, tersier, kuarter dan sub kuarter,
2. Pembuatan tanggul keliling area perkebunan
3. Pembuatan saluran keliling (kemalir),
4. Pembuatan pintu pengatur air dan gorong-gorong pembuang/drainase
dengan teknologi tepat guna.

Sasaran yang hendak dicapai dalam kegiatan ini adalah menjadikan lahan-lahan rawa dan gambut berdayaguna dan layak untuk dijadikan lahan perkebunan.

Ruang lingkup dan kegiatan yang harus dilaksanakan dalam pelaksanaan pekerjaan ini meliputi ;
1. Orientasi dan identifikasi lahan rawa pada DAS Sungai Negara
2. Survei pendahuluan dan orientasi topografi
3. Survei pendahuluan dan analisis hidrologi
4. Pra desain jaringan tata air mikro.

juga

Sistem Tata Air di Lahan asang Surut Cetak E-mail


*

Pengelolaan air di lahan pasang surut didasarkan pada tipologi lahan dan tipe luapan. Strategi pengelolaan secara spesifik dibedakan menjadi dua, yaitu (1) pengelolaan air di tingkat tersier dan (2) pengelolaan air mikro di lahan petani.






*

Pengelolaan air di tingkat tersier menjembatani pengelolaan air makro dan mikro.





*

Manfaat pengelolaan air adalah untuk mengurangi tingkat kemasaman dan unsur beracun bagi tanaman seperti besi (Fe2+).





*

Untuk lahan pasang surut tipe B dengan tanah sulfat masam aktual dapat diterapkan pencucian unsur beracun bagi tanaman dengan aliran satu arah (one-way flow system).





*

Untuk lahan pasang surut tipe C, sistem tabat dapat dikembangkan untuk mempertahankan permukaan air di atas lapisan pirit dan memberikan peluang lahan untuk disawahkan.






Kenali Pirit (Nang Pina betagar disawah pian)

Tanah sulfat masam terdapat cukup banyak di Indonesia, dan sebagian telah dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Problem utama pada tanah tersebut adalah adanya senyawa pirit (Fe2S). Adanya oksidasi senyawa tersebut menyebabkan tanah menjadi masam, logam-logam dan basa-basa melarut sehingga tanah menjadi miskin dan kehidupan biota perairan yang terkena air drainasenya menjadi terganggu. Tanah yang telah teroksidasi tersebut bila tergenang kembali menyebabkan meningkatnya ion besi ferro dan hidrogen sulfida yang dapat meracuni tanaman padi. Reaksi oksidasi dan reduksi tersebut secara kimia berjalan lambat, namun adanya bantuan bakteri pengoksidasi dan pereduksi sebagai katalisator mempercepat proses reaksi tersebut beberapa ratus sampai juta kali lipat, sehingga dampaknya menjadi jauh lebih besar, karena itu pengelolaan tanah sulfat masam dapat didekati melalui pengendalian aktivitas mikroorganisma yang terlibat pada proses oksidasi-reduksi tersebut. Beberapa tindakan untuk menghambat aktivitas bakteri pengoksidasi adalah pemberian bakterisida, pemutusan suplai oksigen melalui penggenangan, dan pemberian kapur. Sedangkan aktivitas bakteri pereduksi perlu dirangsang dengan pemberian bahan organik dan penggenangan, hasil reduksi dapat didrainase melalui media filter

LEBIH CEPAT LEBIH BAIK

HIBAUAN HAGAN BUBUHAN KAKAWANAN PETANI DI KECAMATAN GAMBUT
LAKASI MULAI SIAPAKAN PAHUMAAN...KALU TALAMBAT KAINA TAKANA
BANYU PASANG PULANG...

Kenali si Ciherang

Ciherang

Ciherang
Komoditas:Padi Sawah
Tahun:2000
Anakan produktif:14-17 batang
Anjuran:Cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 m dpl
Asal persilangan:IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131-3-1-///IR64/////IR64
Bentuk gabahPanjang ramping
Bobot:1000 butir = 27-28 gr
Dilepas tahun:2000
Golongan:Cere
Hasil:5 -8,5 t/ha
Nomor pedigri:S3383-Id-Pn-41-3-1
Tahan Hama:Wereng coklat biotipe 2 dan 3
Tahan Penayakit:Bakteri Hawar Daun (HDB) strain III dan IV
Tekstur nasi:Pulen
Tinggi tanaman:107-115 cm
Umur tanaman:116-125 hari
Warna gabah:Kuning bersih
Keterangan:

Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3. Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV. Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 5000 m dpl.

Status:Komersial
Kontak:Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
http://www.litbang.deptan.go.id/varietas/one/130/

Tentang Padi


Bank Pengetahuan Padi Indonesia (BPPI) adalah kumpulan pengetahuan mengenai padi. Media ini bertujuan untuk mendiseminasikan pengetahuan mengenai hasil-hasil penelitian dan inovasi teknologi padi yang dihasilkan unit pelaksana teknis lingkup Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian dan lembaga terkait lainnya di Indonesia ataupun di luar negeri. Aspek yang dimuat antara lain aspek teknis, sosial budaya, ekonomi, lingkungan, kebijakan menyangkut beras, gabah, dan pengelolaan jerami.

lihat : http://www.pustaka-deptan.go.id/bppi/

Angin Puting Beliung menimpa Tambak Sirang Baru

BANJARMASIN--MI: Sedikitnya 20 rumah di Desa Tambak Sirang Baru, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan (Kalsel), rusak akibat diterjang angin puting beliung.

Bupati Banjar Gusti Khairul Saleh, Kamis (8/10), mengatakan bencana angin yang menghantam puluhan rumah petani di wilayahnya ini terjadi pada Rabu (7/10) petang. "Pemerintah daerah telah mendistribusikan bantuan tanggap darurat bagi warga korban bencana," katanya.

Selain merusah 20 rumah warga, sejumlah fasilitas umum seperti langgar di desa itu juga rusak dan dua di antaranya hancur. Lebih dari 50 warga kini terpaksa tinggal di tenda-tenda darurat.

Tidak ada korban jiwa dalam terjangan angin puting beliung tersebut, namun kerugian yang diderita warga diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah. "Saat ini sebagian warga mulai melakukan perbaikan rumah-rumah mereka yang rusak," tambahnya.

Khairul mengakui wilayahnya sangat rentan terhadap bencana angin puting beliung dan banjir. Sepekan sebelumnya, dua rumah warga di kabupaten itu juga hancur akibat diterjang bencana yang sama.

Kepala Sub Dinas Bantuan Sosial Dinas Kesejahteraan Sosial (Kessos) Kalimantan Selatan Jakaria membenarkan Kabupaten Banjar merupakan daerah paling rawan terjadi bencana angin ribut di Kalsel.

"Dalam sepekan terakhir kondisi cuaca buruk berupa hujan deras disertai badai melanda sejumlah daerah," katanya.

Menurut catatan Dinas Kessos Kalsel, sepanjang 2009 terjadi 21 kali bencana angin ribut, tiga kali bencana longsor dan 13 kali banjir. Jumlah warga yang terkena dampak bencana alam tersebut mencapai 19.366 keluarga dengan angka kerugian sekitar Rp1 miliar lebih.(DY/OL-01)
http://www.mediaindonesia.com

SL-PTT segera dimulai...

LATAR BELAKANG

Latihan pemandu lapang sl-ptt padi kab,kotim ta.2009Komoditi tanaman pangan memiliki peranan pokok sebagai pemenuh kebutuhan pangan, pakan dan industri dalam negeri. Produktivitas padi dan jagung masih rendah, dimana ada kesenjangan antara produktivitas riil dengan potensi hasil yang semestinya dapat dicapai. Di Kabupaten Kotawaringin Timur sendiri produktivitas rata – rata hanya berkisar 30 kw/ha untuk padi sawah dan 20 kw/ha untuk padi ladang/gogo.

PENGERTIAN

1. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) adalah suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani melalui perbaikan sistem / pendekatan dalam perakitan paket teknologi yang sinergis antar komponen teknologi, dilakukan secara partisipatif oleh petani serta bersifat spesifik lokasi.

2. Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) adalah suatu tempat pendidikan non formal bagi petani untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam mengenali potensi, menyusun rencana usahatani, mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan menerapkan teknologi yang sesuai dengan kondisi umberdaya setempat secara sinergis dan berwawasan lingkungan sehingga usahataninya menjadi efisien, berproduktivitas tinggi dan berkelanjutan.

3. Laboratorium Lapang (LL) adalah kawasan / area yang terdapat dalam kawasan SL- PTT yang berfungsi sebagai lokasi percontohan, tempat belajar dan tempat praktek penerapan teknologi yang disusun dan diaplikasikan bersama oleh kelompok tani/petani. Pemandu Lapang (PL) adalah penyuluh pertanian, pengamat organisme pengganggu tanaman (POPT), pengawas benih tanaman (PBT) yang telah mengikuti pelatihan SL-PTT

4. Rencana Usaha Kelompok (RUK) adalah rencana kerja usahatani dari kelompok tani untuk satu periode musim tanam yang disusun melalui musyawarah dan kesepakatan bersama dalam pengelolaan usahatani sehamparan wilayah kelompok tani yang memuat uraian kebutuhan, jenis, volume, harga satuan dan jumlah uang yang diajukan untuk pembelian saprodi.

5. Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, antara lain pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos (humus) berbentuk padat yang telah mengalami dekomposisi.

download panduannya di : http://www.litbang.deptan.go.id/download/one/18/